Kukira Kura-Kura, Eh Nggak Taunya Buaya – Cerpen karya Wahyu Ninik Hanifah, Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan.
Seorang pemuda cupu berkaca mata pilon duduk-duduk di bawah pohon mangga. Sambil menatap tiap orang yang berjalan melewatinya. Sebentar-sebentar menaikkan kaca matanya dengan bibir menjulur ke depan. Tiap orang jalan dilihatnya. Hampir seharian terus seperti itu.
Kala itu ada seorang wanita berjilbab panjang berjalan landai dengan kerudungnya yang diterpa angin melambai-lambai, tiba-tiba duduk di bangku kosong depan pemuda itu.
Pemuda cupu itu terus memandangi sesekali lirikan matanya ke atas bawah atas bawah. Kicauan burung melengkapi suasana kala itu. Langit yang cerah dengan awan yang kebiru-biruan. Angin sepoi-sepoi berayun-ayun di dahan dan ranting pohon mangga.
Satu jam sudah berlalu. Tiba-tiba pemuda tersebut mendekati si gadis dan bertanya. “Hei, dik.. kamu lagi apa disini? Iya kamu..” tanyanya sambil menunjuk jari.
Si gadis menjawab, “Loh Abang sendiri ngapain di sini?”
“Hehehe..” si pemuda hanya tertawa geli.
“Hoala bang tak kirain kamu cupu, kayak kura-kura gak taunya kamu juga kayak yang lain, buaya melata,” ujar dalam hati si gadis.
“Loh.. kok diem sambil memandang Dik?” si pemuda cupu bilang. “Kenapa.. aku ganteng ya? Heheh,” tanya si pemuda dengan PD-nya.
“Hiiii..” ekspresi si gadis sambil mewek. Tiba-tiba si gadis berdiri kencang dan bergegas meninggalkan tempat dengan gerakan cepat.
“Loh.. Dik Dik kok pergi?” Si pemuda berteriak memanggil si gadis.
Hari pun berganti besok
Keesokan harinya si gadis bertemu lagi dengan si pemuda cupu. Kali ini dengan ekspresi yang berbeda dan dengan keadaan yang berbeda pula. Si pemuda cupu duduk di samping taman bunga melati di halaman sekolah. Datanglah si gadis berkerudung panjang.
“Dik maaf ya yang kemarin,” ujar si pemuda cupu.
“Aahhhh.. dia lagi dia lagi” gumam dalam hati. “Hmmm..” balas senyum maksa si gadis.
“Loh.. kok senyum aja Dik? Dimaafin apa tidak?” kontak lagi.
“Iya” jawab singkat dan menganggukkan kepala. Si gadis bergegas ke ruang kelas. Niatnya mau naruh tas, tapi tiba-tiba ada bertengger di atas meja sehelai kertas bertuliskan.
“Maaf ya Dek kemarin aku khilaf” dengan tulisan kasih emot love-love ala anak jaman now. Si gadis merenggut dan kesal. Si gadis meremas-remas kertas lalu keluar kelas menghampiri pemuda cupu.
“Hey, Abang jangan lebay, ya.. aku sudah maafin kamu. Udah ya.. cukup, jangan ganggu-ganggu aku lagi,” si gadis dengan suara pelan agak menekan dan ekspresi yang kesel banget. Ya.. ya.. teringat lagunya almarhum bang Olga yang judulnya, Jangan Ganggu-anggu Aku Lagi.
“Teeeeetttt….” Bel berbunyi tanda belajar akan segera dimulai seluruh siswa dan siswi masuk kelas.
“Anak-anak hari ini ada pengumuman,” kata pak Sucipto biasa dipanggil pak cip, beliau adalah guru bahasa Indonesia dan Mandarin. Beliau adalah guru yang luwes, ramah dan digemari siswi cewek khususnya. Masih bujang, belum menikah serta agak humoris. Rautnya manis dan tidak membosankan.
“Pengumuman apa pak?” tanya anak satu kelas secara barengan.
“Bagi siswa-siswi yang berkenan mengikuti lomba MIPA di Universitas Brawijaya Malang segera daftarkan diri nanti akan seleksi, saya menyampaikan pengumuman dari Bu Yuni anak-anak, jadi apabila ada yang minat silahkan,” kata pak Cip.
Bu Yuni Erly namanya, beliau adalah salah satu guru Biologi di jurusan MIPA. Beliau bertempat tinggal di Malang. Beliau cantik tapi agak gemuk suaranya sayup-sayup lantang. Si gadis mengikuti lolos mengikuti lomba MIPA.
Suatu ketika, si Gadis menuju tempat parkir dan di situ ada si pemuda cupu.
“Hey.. kamu.. mbak, namamu siapa sih?” tanya penasaran dan menghentikan langkah si gadis. Di lantai 2 gedung sekolah ada beberapa siswa laki-laki yang memperhatikan juga sambil bersorak-sorak.
“Hey.. mbak, kamu kok jutek sih sama aku? Aku kan udah minta maaf. Kamu loh cantik, tapi kalau marah jadi jelek, hihihi” pungkas si pemuda.
“Iya aku udah maafin, maaf ya atas sikapku selama ini bang,” kata si gadis.
“Nah gitu donk..” ekspresi senang si pemuda cupu. “Kita sahabatan ya..” mintanya.
“Ya baiklah..” si gadis berdamai.
Hari berganti, keesokan harinya. Siswi-siswi berlalu lalang di koridor sekolah tampak imut-imut dan cantik, usia sekolah antara 15 sampai 17 an. Ibarat bunga usia itu adalah bunga mawar yang sedang mekar-mekarnya.
“Hai, cewek..” sambil peringisan dan tebar pesona. Tiap cewek disapa seperti itu.
“Cupu-cupu, kamu tuh ya ganteng tapi cupu kayak kura-kura lemot. Tapi kalau lihat cewek wat-wet, banter kayak buaya air asin, hmmm heran,” gumam si gadis yang diam-diam memperhatikan si pemuda cupu dari jauh. Dari situlah si gadis menyimpulkan bahwa pandangan itu bisa membohongi kenyataan.