Sinarmu.co – Hassan bin Ahmad bin Muhammad Marekar Al-Qahiry atau Ahmad Hassan. Lahir tahun 1887 di Singapura. Ibundanya, Hajjah Muznah, seorang turunan Madras kelahiran Surabaya. Sedangkan ayahandanya, Ahmad ialah seorang Ulama, pengarang dan wartawan, serta penerbit. Menerbitkan surat kabar dan buku-buku dalam bahasa Tamil.
Pendidikan A. Hassan didapat dari ayahnya. Pada usia 7 tahun A. Hassan mulai belajar agama. Pertama kali belajar al-Qur’an dengan seorang guru perempuan. Selama 2 tahun beliau belajar membaca al-Qur’an dan selama 4 tahun belajar di Sekolah Melayu, dan selama 4 tahun berikutnya digunakan sebaik-baiknya untuk mempelajari Bahasa Melayu, Bahasa Tamil, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab. Semuanya ditempuh secara private. Beberapa guru A. Hassan semasa beliau di Singapura, diantaranya: H. Ahmad (Kampung Tiung), H. Muhammad Thaib (Kampung Rocoh), Said al-Munawi Mausili, H. Hassan, Syaikh Ibrahim.
Tahun 1941 ketika A Hassan meninggalkan Bandung dan bermaksud pindah ke Surabaya untuk melanjutkan usahanya sekaligus mendirikan sebuah lembaga Pendidikan di Surabaya. Karena sangat sulit mencari lahan Kosong di Surabaya, A Hassan memutuskan memilih Kota Kecil Bangil. Maka Kota Bangil menjadi pilihannya saat itu. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari Surabaya, dan lokasinya cukup Strategis. Disitulah A Hassan mendirikan Pesantren Persis.
Falsafah Hidup
Dikenal sebagai Ulama yang Militan, A Hassan memiliki banyak sekali pemikiran. Falsafah hidupnya yang hingga wafat ia pegang teguh adalah “Tidak ada Kehidupan yang lebih baik daripada hidup dalam batas-batas Agama.” Maka dari falsafah hidup itulah A Hassan memiliki pemahaman yang keras dalam beragama. Apa yang dia pegang tidak akan dilepaskan. Sekuat apapun orang-orang mendebatnya A Hassan tidak akan mundur walau setapak.
Baca juga : IPM Diobjektivikasi Oleh Mesin Politik, Mau Sampai Kapan ?
Keberaniannya A Hassan dalam menyampaikan pemikirannya melalui tulisan, pernah mendapat kecaman oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Bahkan majalah yang diterbitkan A Hassan kala itu dibekukan oleh Pemerintah Hindia-Belanda. Karena menyinggung persoalan Pemerintahan dan Kristenisasi. Tidak takut dengan kecaman Pemerintah Hindia-Belanda, A Hassan kembali menerbitkan “Majalah Pembela Islam” yang terbit sebulan sekali mulai pada Tahun 1930. Keberaniannya ini merupakan wujud dari Falsafah Hidup yang dia pegang.
Pendidikan semasa di Singapura mempengaruhi banyak Pola Pikir A Hassan sebelum akhirnya pindah ke Surabaya. Ayahnya yang merupakan sosok Idealis dalam berdakwah juga menurunkan Spirit Berdiri diatas kaki sendiri. Meskipun bukan dari golongan orang kaya, namun orangtua A Hassan berusaha memberi pendidikan terbaik untuk puteranya. A Hassan Kecil terkenal rajin dan cerdas serta memiliki kegemaran belajar. Andaikan dia tidak belajar maka dia suka membantu Ayahnya di percetakan. Kebiasaan inilah yang kemudian menjadikan A Hassan gemar dan menghabiskan hidupnya dengan dunia tulis menulis.
Ketika A Hassan pindah ke Surabaya dan bertemu dengan beberapa tokoh di Indonesia untuk bertukar pikiran dan pendapat dengannya. A Hassan tercatat pernah bertemu Kyai Wahab, H.O.S Cokroaminoto, Ir. Soekarno, dan tokoh lainnya. Melalui pertemuan dan perkenalan itulah A Hassan menghasilkan banyak karya. Mohammad Natsir mengatakan bahwa siapa saja yang bertemu dengan A Hassan, ia akan tertarik dengan Kepribadian Ulama Kharismatik tersebut.
Pemikiran Ahmad Hassan
Pemikirannya bukan hanya tentang Ketuhanan dan Politik saja. A Hassan tercatat sebagai Ulama yang sangat pandai dalam Bidang Hadis. Sangat teliti dalam memahami hadis menjadi ciri khas baginya. Bahkan ketelitiannya bisa dilihat turun temurun kepada santrinya hingga saat ini di Pesantren Persis. Budaya meneliti hadis dan merujuk kepada kitabnya langsung menjadi budaya yang lekat dengan santri Pesantren Persis. Lebih dari itu, sebagian orang mengenal A Hassan sebagai kitab berjalan. Pertanyaan apapun yang menjumpainya, maka dengan mudah ia menjawab dan menunjukkan dalilnya beserta kitabnya.
Dalam bidang hadis A Hassan tergolong ulama yang sangat lurus dan keras. Ketika menerjemahkan Kitab Bulughul Maram, A Hassan mengkritisi penggunaan hadis dhaif. Dalam keterangan tersebut A Hassan sepakat bahwa Hadis Dhaif tidak bisa dijadikan sumber hukum dengan alasan apapun. Selanjutnya kritikan A Hassan tertuju pada penggunaan hadis dhaif dalam bab Fadhailul A’mal.
Menurutnya penggunaan hadis dhaif dalam Bab Fadhailul A’mal hanya sebatas menerangkan pahalanya. Itupun jika hadis dhaif tersebut masuk kedalam kategori ringan. Artinya hadis dhaif Fadhailul A’mal cukup dikaji saja tanpa perlu diamalkan. Karena menurutnya jika diamalkan Amal itu akan memiliki Hukum. Mustahil sebuah hukum disandarkan terhadap hadis yang Dhaif. Terlebih, menggunakan hadis dhaif dalam bab Fadhailul A’mal akan mengandung keragu-raguan dan ketidakpastian.
Kepiawaiannya dalam bidang hadis membawanya mampu mempelajari fikih dengan mudah. Banyak sekali karya A Hassan dalam bidang fikih ibadah maupun muamalah. Antara lain yang masih eksis hingga sekarang adalah pengajaran solat. Buku ini masih menjadi buku fikih di lingkungan Pesantren Persis.
Karya-Karya Ahmad Hassan
Tercatat ada 83 Karya tulis yang dihasilkan. Sebagian besar sudah resmi diterbitkan dan sisanya belum resmi diterbitkan namun sudah beredar dikalangan muridnya. A Hassan sering menggunakan nama MS. Nama pena itu singkatan dari nama putranya, Muhammad Said. A Hassan menurunkan kamehiran menulisnya kepada salah satu putranya bernama Abdul Qadir Hassan yang kemudian menyempurnakan karyanya berjudul “Soal Jawab”. Seluruh Karya Ahmad Hassan itu adalah :
- Al-Furqan, tafsir Tahun 1956
- Al-Furqan Tahun 1956
- Al-Faraidh Tahun 1949
- Qaidah Ibtidaiyah Tahun 1940
- Debat taklid Tahun 1935
- Surat Yasin Tahun 1951
- Risalah Hajji Tahun 1954
- Wajibkah Zakat? Tahun 1955
- Belajar Membaca Huruf Arab Tahun 1949
- Al-Jawahir Tahun 1950
- Matan Ajrumiyah Tahun 1950
- Kitab Tajwid Tahun 1950
- Adakah Tuhan? Tahun 1962
- Is Muhammad a Prophet Tahun 1951
- Al-Manasik Tahun1948
- Pemerintahan Islam Tahun 1947
- Talqien Tahun 1931
- Muhammad Rasul? Tahun 1951
- Debat Taqlid Tahun 1936
- Surat-surat Endeh Tahun 1937
- Debat Talqin Tahun 1932
- Kamus Rampaian Tahun 1947
- Kamus Persamaan Tahun 1948
- Al-Hikam Tahun 1948
- Ketuhanan Yesus Tahun 1939
- Bacaan sembahyang
- Syair Tahun 1953
- First Step Tahun 1948
- Hai Cucuku Tahun 1941
- Risalah Kudung Tahun 1941
- Al-Burhan
- Al-Burhan
- Al-Furqan
- Islam Kebangsaan Tahun 1941
- Special Diction Tahun 1949
- Al-Hidayah Tahun 1937
- Isra’ Mi’raj Tahun 1949
- Al-Madzhab Tahun 1956
- Al-Hidayah Tahun 1937
- Kitab Riba Tahun 1932
- An-Nubuwwah Tahun 1941
- Pengajaran Shalat Tahun 1930
- Pengajaran Shalat (Huruf Arab) Tahun 1930
- Pengajaran Shalat Tahun 1966
- Dosa-dosa Yesus Tahun 1966
- Bybel-bybel Tahun 1958
- Isa di salib? Tahun 1958
- Isa dan Agamanya Tahun 1958
- Apa dia Islam? Tahun 1951
- What is Islam? Tahun 1951
- Thasauf Tahun 1951
- Al-Fatihah Tahun 1951
- At-Tahajji Tahun 1951
- Pedoman Tahajji Tahun 1951
- Risalah Jum’at Tahun 1931
- Debat Riba Tahun 1931
- Al-Mukhtar Tahun 1931
- Kesopanan Tinggi Tahun 1939
- Kesopanan Islam Tahun 1939
- A. B. C. Politik Tahun 1947
- Merebuat Kekuasaan Tahun 1947
- Perempuan Islam Tahun 1941
- Tertawa Tahun 1947
- Pepatah Tahun 1934
- Debat Luar Biasa Tahun 1934
- Risalah Ahmadiyah Tahun 1932
- Debat Kebangsaan Tahun 1941
- Hafalan Tahun 1940
- Halalkah Bermadzhab? Tahun 1956
- Soal Jawab Tahun 1931
- Wajibkah Perempuan Jum’at Tahun 1955
- Topeng Dajjal – Tahun 1955
- Bulughul Maram – Tahun 1959
- At-Tauhid – Tahun 1959
- Bulughul Maram II
- Hai Puteri
- Nahwu
- Al-Iman
- Aqaid
- Hai Puteri II
- At-Tauhid
- Ringkasan Islam
- Munazarah
Pemikiran dan jejak Monumental A Hassan sangat sulit untuk dihilangkan. Faktor utama adalah A Hassan menulis semua bagian kehidupannya. Sekalipun banyak sekali pemikiran yang mungkin kurang sejalan dengan pemikiran banyak orang namun sebisa mungkin sebagai akademisi meniru progresifitas A Hassan dalam menulis.
Muhammad Rafi Ardiansyah
Akar10