Penggerak Moderasi Beragama, Pemuda Hidupkan Peranmu! Opini Fahris Haria Febrilian. Sekretaris Organisasi PD IPM Kabupaten Pasuruan. Wakil Sekretaris Organisasi PCPM Gempol.
Sinarmu.co – Panasnya terik matahari siang kala berpuasa, sama sekali tidak mengendorkan semangat untuk tetap produktif menulis dan menuangkan buah pemikiran saya. Terkait isu yang tengah panas di masyarakat dunia, bahkan hingga menjalar ke tingkatan akar rumput, seakan tidak ada habisnya. Perbincangan ini memenuhi hiruk pikuk jagat media sosial yaitu radikalisme dan terorisme. Fenomena tersebut masih menjadi topik pembahasan menarik dan kian menghangat, di dunia bahkan di Indonesia. Apabila kita berefleksi dengan serangkaian aksi teror di Indonesia dalam waktu dekat, terhitung pada bulan Maret 2021 sudah terjadi (2) dua kali. Yakni aksi pengeboman di Gereja Katedral Makassar dan aksi penembakan mandiri (Lone Wolf) di Mabes Polri, Jakarta.
Hal ini mencorakkan topik kajian bertemakan radikalisme dan terorisme, sebagai masalah serius dan penting oleh banyak kalangan dalam lintas bangsa, sejarah, dan lintas budaya. Aksi teror bom bunuh diri oleh pasutri yang berboncengan, pada minggu (28/3/2021) selepas jamaat menjalankan ibadah misa di Gereja Katedral Makassar, mengakibatkan belasan orang luka-luka. Untungnya para korban masih sempat dievakuasi untuk dilarikan ke rumah sakit. (Guritno, 2021)
Dengan adanya kasus tersebut, linimasa media sosial saya jadi sering wira-wiri tampilan video kronologi kejadian bom bunuh diri dan identitas riwayat hidup mereka. Tak berhenti disitu, Indonesia juga dibuat ramai dengan kasus seorang gadis yang membawa air soft gun, nekat memaksa masuk dan menyerang ke Mabes Polri. Terus menodong dan melawan petugas keamanan hingga mendapat hukuman ditembak mati setelah terjadi baku tembak dengan beberapa anggota polisi pada rabu (31/3/2021). (Aditya, 2021)
Ragam reaksi dituai dari berbagai pihak. Terdapat kubu yang mengutuk keras dan menyerukan untuk tidak takut terhadap aksi teror ini. Menariknya ada pula yang meminta kejadian ini tidak disangkut pautkan dengan agama si pelaku teror. Sebaliknya ada pihak yang membenarkan bahwa tindakan tak selaras dengan nilai kemanusiaan universal tersebut, ialah buah hasil dari doktrinisasi kalangan Islam ekstrimis dengan pemahaman yang menyimpang.
Cacat logika dalam men-generalisir dan penghakiman pada suatu kelompok
Tentu sebagai remaja muslim yang tumbuh di negara mayoritas beragama Islam dan tengah aktif sebagai kader persyarikatan Muhammadiyah, penulis paham. Kejadian seperti ini hanya menimbulkan stigma negatif terhadap Islam, dalam benak orang yang tidak mengenal ajaran islam tersendiri. Apalagi korban terpapar Islamophobia karena mencirikan identitas agama Islam hanya berdasarkan simbol-simbol atau atribut yang khas dengan agama Islam.
Namun dibandingkan sibuk mendebatkan antara “Terorisme tidak mengenal agama” dan “Terorisme punya agama”, penulis cenderung untuk berpaham bahwa terorisme bisa tumbuh dari kelompok mana pun dan agama apa pun. Bahkan dalam doktrin ateis sekalipun. Betapa rumit dan rancu penyataan-pernyataan sederhana dan tidak logis hasil dari kesimpulan yang ditarik dari proses berfikir yang cacat untuk memberikan label “A adalah agama bar-bar”, atau “B adalah agama perdamaian.” Sebab dalam realitas kemajemukan kehidupan masyarakat dan segala kompleksitas campur tangan variabel sosial,ekonomi,politik yang memustahilkan mendikotomikan “agama baik” dan “agama jahat.” (Hu, 2020)
Mengungkap makna radikalisme, terorisme dan miskonsepsi tentang Jihad
Dalam rentetan peristiwa teror pengeboman di Indonesia yang menimbulkan belasan hingga ratusan jiwa meninggal, memiliki kenyataan pahit. Mereka, yang mengeksekusi aksi keji tersebut ialah putra dan putri daerah asli Indonesia. Meskipun mereka terindikasi tergabung atau ber-afiliasi dengan kelompok radikal lokal atau berskala global yang berfaham sempit dan ekslusif.
Fenomena gerakan terorisme di Indonesia tentu ada kaitannya dengan kelompok-kelompok radikal atau kelompok exclusive. Mengandalkan pemahaman sempitnya, merasa kelompoknya paling benar dan ingin berusaha menjadi representasi dari Islam. Beralasan atas nama agama dan masyarakat mengaktualisasikan faham sempit mereka dengan kekerasan dan sikap intoleran serta berjihad dengan memberikan hukuman terhadap orang atau sekelompok yang dianggap musuh.
Buya Ahmad Syafii Maarif mengungkapkan bahwa radikalisme ialah tidak persis sama dan tidak bisa pula disamakan dengan terorisme. Radikalisme lebih terkait dengan model sikap dan cara berkespresi atau pengungkapan keberagamaan seseorang, sedangkan terorisme secara jelas dan gamblang mencakup tindakan kriminal untuk tujuan-tujuan politik. Radikalisme lebih terkait dengan problematika intern keagamaan, sedangkap terorisme adalah fenomena global yang memerlukan tindakan global juga. Namun radikalisme kadang-kala bisa berubah menjadi terorisme, meski tidak semuanya dan selamanya begitu.
Meski tidak bisa disamakan namun karena ada banyaknya persamaan dan tipisnya perbedaan inilah yang membuat Rizal Sukma memberikan istilah “Radicalism is only one step of Terorism”. Karena tampak pada umumnya teroris yang melakukan tindakan dekstruktif memiliki pemahaman yang radikal terhadap keagamaan, anti toleransi dan membungkam keragaman. (Fanani, 2013) Adapun video yang sengaja disebarkan melalui internet oleh Kelompok Teroris ISIS yang mudah dijumpai seperti pemenggalan sandera yang berhasil ditangkap, lalu ada juga video yang menunjukkan bagaimana ISIS melatih para anak-anak yang untuk dibina secara militer demi menciptakan tentara jihadis militan dengan semangat bertempur dan tekad yang telah tertempa. Sedangkan di dalam video lain yang menampilkan sekelompok anak-anak yang mengumpulkan paspornya lantas membakarnya sebagai tanda telah meninggalkan kewarganegaraannya. (Damarjati, 2020)
Mereka yang mengatas namakan tentara jihad namun melakukan segenap tindakan kekerasan dan turut meneriakkan Takbir karena hanya memaknai jihad secara sempit dan sebenarnya telah membajak arti serta mereduksi makna menjadi melawan musuh Allah. Buya Hamka dalam buku Falsafah Hidup menerangkan, Jihad menurut agama Islam sebagai penyempurna segenap ibadah. Jihad itulah tiang ibadah sebagai perwujudan dari cinta dan kasih kepada Allah seorang hamba yang rela merelakan jiwa dan raganya serta harta bendanya dalam perjuangan . Perjuangan dimaksud adalah untuk mewujudkan perdamaian, keadilan, dan kehormatan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan. (Hamka, 1970)
Dalam penafsiran yang keliru tersebutlah yang menimbulkan berbagai lontaran opini negatif kepada agama Islam. Sebab seakan-akan Islam menganjurkan atau mengajarkan pemeluknya untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan yang menciptakan teror. Menengok wawancara Ali Imron, terpidana seumur hidup akibat kasus bom bali yang telah terangkat dalam media, menjelaskan. Bahwa orang dewasa bahkan remaja hingga anak-anak pun dapat terkena doktrin radikalisme yang berujung pada aksi teror. Ali imron juga menambahkan bahwa anak muda paling mudah menjadi teroris. Maka ialah benar topik terorisme ini menjadi masalah yang serius dan penting serta membutuhkan banyak pihak untuk berkontribusi dalam melawan radikalisme dan terorisme. (Aditya, 2020)
Teringat pesan Nurcholis Madjid atau yang biasa disapa Cak Nur. Sosok guru bangsa dan cendekiawan muslim yang mendapatkan julukan oleh Gus Dur “ 3 Pendekar dari Chicago” bersama dengan Buya Syafii Maarif dan Prof. Amien Rais. “Pesan tertinggi dalam beragama adalah kemanusiaan dan persaudaraan.” Sehingga medapatkan kesimpulan bahwa Agama adalah sistem pandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar dan baik, dengan diarahkannya ke jalan terang dengan menghargai sesama manusia baik individu atau kelompok yang mampu menghantarkan bagi pemeluknya kepada kebahagiaan sejati atau sesungguhnya. (Munawar-Rachman, 2011)
Pesan cinta terbuka untuk seluruh Kader Muhammadiyah
Ialah penting untuk kita pahami dan ingat bahwa ujung tombak kaderisasi Muhammadiyah di masa depan akan dipegang oleh kader hari ini. Mari memaksimalkan kesempatan belajar hari ini sebagai proses penempaan diri. Karena kita sebagai kader muda ini-lah, persyarikatan dan bangsa kita akan maju dan berkembang. Pada era digital yang serba cepat ini, perlu memaksimalkan peran Angkatan Muda Muhammadiyah dalam mengawasi ruang dakwah digital dengan memenuhi konten semangat moderasi Islam yang penuh pesan damai dan solidaritas sosial. Berani mendobrak pemahaman radikalisme dalam islam dengan menawarkan Islam yang inklusif, toleran dan progresif. Sebagaimana semangat moderasi Islam yang dibawa Muhammadiyah untuk tetap berdakwah di jalan tengah dan bukan di jalan ekstrim.
*Fahris Haria Febrilian. Sekretaris Organisasi Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan, Wakil Sekretaris Organisasi Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Gempol.
Daftar sumber dan rekomendasi bacaan:
Aditya, R. (2020, 12 10). Ali Imron Eks Bomber Bali: Cukup Butuh Waktu 2 Jam Buat Rekrut Teroris. Dipetik 04 28, 2021, dari Suara.com
Aditya, R. (2021, 02 04). Fakta Pelaku Penyerang Mabes Polri, Zakiah Aini. Dipetik 04 26, 2021, dari suara.com: https://www.suara.com/news/2021/04/02/113959/fakta-pelaku-penyerang-mabes-polri-zakiah-aini?page=all
Damarjati, D. (2020, 02 10). Mengingat Video Anak-anak ISIS Bakar Paspor Hijau. Dipetik 04 28, 2021, dari Detik.com: https://news.detik.com/berita/d-4893064/mengingat-video-anak-anak-isis-bakar-paspor-hijau/3
Fanani, A. F. (2013). Fenomena Radikalisme di Kalangan Kaum Muda. Jurnal Maarif, 8 , 5.
Guritno, T. (2021, 03 28). Kronologi Bom Bunuh Diri di Depan Katedral Makassar Menurut Polri. Dipetik 04 27, 2021, dari Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2021/03/28/15194971/kronologi-bom-bunuh-diri-di-depan-katedral-makassar-menurut-polri?page=all
Hamka. (1970). Falsafah Hidup . Jakarta: Jaya Murni.
Hu, S. (2020). Agama Damai dan Kekerasan Politik : Perspektif Engelsian atas Buddhisme Politik di Sri Langka. Dalam F. A. Dede Mulyanto, Friederich Engels : Pemikiran dan Kritik (hal. 104-106). Bandung: Ultimus.
Munawar-Rachman, B. (2011). Ensiklopedi Nurcholis Madjid. Jakarta: Democracy Project.
rdp. (2021, 04 01). Daftar Pelaku Teror Berusia Muda: Dari Usia 18 hingga 26 Tahun. Dipetik 04 25, 2021, from Detik.com: https://news.detik.com/berita/d-5516385/daftar-pelaku-teror-berusia-muda-dari-usia-18-hingga-26-tahun?single=1
Penggerak moderasi
Penggerak moderasi
Penggerak moderasi
Penggerak moderasi