Berita

Ikhtiar Superior, Ingat! Kita Berada di Kapal yang Sama

Ikhtiar Superior, Ingat! Kita Berada di Kapal yang Sama

Ikhtiar Superior, Ingat! Kita Berada di Kapal yang Sama. Oleh: Fahris Haria Febrilian, Relawan Muhammadiyah, Wakil Sekretaris Organisasi PCPM Gempol.


Sinarmu.co – Hampir dua tahun sudah pandemi berjalan, usai kasus pertama kali covid-19 diumumkan di Tiongkok, awal desember 2019.1 Namun, kehidupan di negara yang diduga menjadi asal muasal penularan virus Covid-19 ini, yang awalnya telah kembali pulih, perlahan kini harus rela memberlakukan penutupan perbatasan lokal lagi. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengendalikan penyebaran virus yang kembali ditemukan di bandara Nanjing Lukou (禄口) sebanyak hampir 200 orang. 2

Sementara di Indonesia, Presiden Joko Widodo /Jokowi (2/8) mengumumkan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 untuk sejumlah wilayah tanah air, dilanjutkan hingga 9 Agustus 2021. Dengan mempertimbangkan perkembangan yang positif dari PPKM level 4 yang telah diberlakukan sejak 26 Juli hingga 2 Agustus lalu. 3 Hingga tulisan ini belum resmi diterbitkan, sebuah pengumuman kembali disebar. Tepat pada 9 Agustus 2021 kemarin, pihak istana negara yang diwakili oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan berkata bahwa PPKM Level 2-4 Jawa Bali diperpanjang hingga 16 Agustus 2021.

Pandemi ini mengharuskan sebagian dari kita untuk bekerja dari rumah (work from home), belajar dari rumah (study from home), dan memesan apapun dengan menggunakan jasa kurir atau pun ojek online. Bahkan drone juga menjadi salah satu solusi. Kemudian situasi kali ini membuat kita harus banyak berkomunikasi melalui konferensi video sebagai wujud patuh atas berlakunya peraturan oleh pemerintah untuk membatasi jarak dan kontak fisik selama pandemi.

Mirisnya, di waktu yang sama dengan kesempatan yang berbeda, serta perbedaan kelas sosial dan privilege terdapat banyak pekerja yang mengalami eksploitasi berlebihan untuk tetap bekerja dengan masih melakukan kontak sosial. Apalagi masih belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat, yang besar peluang bagi para pekerja untuk terinfeksi virus dan berkontribusi atas meningkatnya kasus positif pasien Covid-19.

Slavoj Žižek, seorang peneliti senior di Institut Sosiologi dan Filsafat di Universitas Ljubljana menggambarkan kondisi yang ideal untuk dunia kita saat ini. Dalam bukunya yang berjudul “Pandemic ! Covid-19 Shakes The World” dengan mengutip perkataan Martin Luther King hampir setengah abad lalu. “Kita semua mungkin menumpang kapal yang berbeda-beda, tetapi sekarang kita semua berada di kapal yang sama.” 4

Krisis saat ini akibat pandemi, membuat kita sangat sadar akan pentingnya kerja sama global yang telah memberikan dorongan luar biasa untuk membentuk solidaritas di tingkat lokal bahkan internasional. Hal itu dilakukan demi kepentingan bertahan hidup untuk seluruh makhluk hidup, sebagai jalan keluar dari semua permasalahan akibat pandemi. Bukan dengan kepanikan, melainkan kerja keras dan membangun kordinasi setingkat global secara efisien.

Bagaimana bisa masih saja terdapat segelintir kelompok yang telah mengetahui ancaman dari virus, yang telah membunuh ratusan juta manusia ini tidak lantas membuat sebagian besar mereka terbangun kesadaran kolektif untuk bersolidaritas berada di kapal yang sama dalam upaya saling dukung dan saling memberikan dorongan semangat.

Dengan diupayakannya solidaritas bahu-membahu, be-kerjasama antar negara dan antar masyarakat di tataran akar rumput, diharapkan mampu menarik keluar kelompok masyarakat yang tengah diujung jurang kesengsaraan sosial dan ekonomi, untuk tidak lebih parah, akibat ancaman pandemi yang telah memporak-porandakan kehidupan kita.

Sayangnya, masih saja lagi dan lagi. Di tengah keterbatasan dan kesulitan akibat pandemi ini, ternyata masih saja ada oknum yang dengan tega melakukan tindak korupsi bantuan sosial (bansos). Seperti yang dilakukan oleh Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara. Ia diduga ‘merupakan’ fee pengadaan paket bansos dari berbagai vendor. 5

Hal ini menunjukkan betapa sangat buruknya penanganan pandemi akibat virus Covid-19 di tangan pemerintah Indonesia. Pasalnya bentuk upaya seperti bansos yang mana itu untuk bantuan kemanusiaan guna meringankan beban ekonomi masyarakat Indonesia yang terdampak selama pandemi, malah dikorupsi.

Ketidakseriusan dan menganggap enteng wabah ini menjadi akar dari masalah  kegamangan membuat kebijakan. Hingga ke-tidak konsistenan tarik ulur dalam penanggulangan pandemi Covid -19. Seorang Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono bahkan bertutur, “ Dari awal keputusan pemerintah gamang. Awalnya penanggulangan Covid-19 dipegang Kemenkes, lalu KSP, dan diubah ke BNPB.”6

Pahit rasaya menyadari sedang hidup di jaman edan

Raden Ngabehi Ranggawarsita sudah jauh 200 tahun lalu yakni di tahun 1800-an menuliskan Serat Kalatidha. Kala yang berarti zaman atau masa. Sedangkan tidha artinya bimbang, cacat. Namun, yang dimaksud oleh Raden Rangga Warsita bahwa Kalatidha sendiri dimaknai sebagai  “Jaman Edan”, untuk menggambarkan situasi edan pada zaman dimana beliau hidup, yang rupanya bisa menembus waktu ke masa depan dan relevan hingga di zaman sekarang.

Amenangi jaman edan,
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan ora tahan
Yen tahu milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lan waspada

Serat Kalatidha bait ke- 7

Artinya :
Mengalami hidup pada zaman edan, memang serba repot. Mau ikut ngedan hati tidak sampai. Kalau tidak mengikuti, tidak kebagian apa-apa. Akhirnya malah kelaparan. Namun sudah menjadi kehendak Allah. Bagaimana-pun beruntungnya orang yang “lupa”, masih lebih beruntung orang yang “ingat dan “waspada”.7

Eling lan Waspada. Merupakan pesan intisari dari serat Kalatidha bait ke-7 untuk menjadi pegangan kita semua dalam bertahan di zaman edan, agar tidak ikut ngedan dan meragukan rezeki Allah. Yang mana sudah dijamin dan tidak akan tertukar. Eling lan Waspada. Menjaga kita untuk selalu ingat pada Allah dan akan membuat kita fokus pada kebenaran-kebenaran yang akan membawa setiap manusia untuk terhindar dari hal-hal yang menyesatkan.

Buya Syafi’i dalam buku “Membumikan Islam”, memberikan kutipan nasihat yang sangat menyentuh agar tiap-tiap insan memiliki kesadaran yang tinggi dengan tidak menghabiskan hidupnya pada perbuatan yang sia-sia dan mengalokasikan energi serta waktu semasa hidupnya agar ditujukan untuk mencapai keberkahan hidup dengan bunyi “Hidup ini memang terlalu singkat untuk dipermainkan.”8

Namun, untuk orang yang tidak memiliki integritas dan keteguhan moral apalagi sudah mengesampingkan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bila ada kesempatan korupsi, tentu tidak akan disia-siakan. Termasuk korupsi bansos sebagai bukti konkretnya. Bantuan dalam skala nasional sebesar itu, tentu sangat menggiurkan bagi sosok yang tidak memiliki iman dan ilmu cukup untuk tahu sekat batas rejeki halal dan haram.

Bila langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam meringankan beban ekonomi seperti bansos saja dikorupsi, lantas bagaimana kita bisa cepat-cepat bebas dari himpitan kemelaratan dan kemiskinan akibat pandemi, bila nantinya kita dapati program-program lainnya juga terdapat oknum yang memanfaatkan untuk masuk ke kantong pribadinya.

Pertanyaannya, kemana Pancasila yang sering diagungkan yang fungsinya sebagai doktrin moral untuuk memperbaiki perilaku kita itu?

Apakah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tidak benar-benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat ?. Elit politik yang harusnya menjadi contoh, malah berperilaku tidak disiplin, tidak jujur, dan tidak bertanggung jawab. Sayang sekali, akhlaknya hanya mencemari partainya saja sebagai partai yang sering menjargokan Pancasila sebagai ideologi mantap bangsa Indonesia. Bahkan rekan satu partainya Charles Honoris tak segan mengatakan bahwa partainya ialah satu-satunya partai yang konsisten menjalankan ideologi Pancasila dan ajaran-ajaran Bung Karno.9  

Seharusnya pengalaman bisa menjadi alarm dalam bertindak. Sudah bukan barang baru korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di tangan bangsa Indonesia ini yang hampir tiap bulan kita terima beritanya. Maka permainan kongkalikong antar penjabat yang bermental korup dan tidak penuh integritas yang hidupnya penuh kepura-puraan ini mestinya sudah bisa diatasi dan terevaluasi dengan baik.

Rasanya bangsa yang mengaku sebagai bangsa yang religius dan ber-Tuhan dengan Pancasila sebagai ideologi negaranya dan dengan undang-undang anti korupsinya, masih tidak berdaya seolah tunduk dengan sistem permainan yang penuh basa-basi ini.

Dengan mudahnya mengkhianati nilai moral di setiap sila-nya, seolah Pancasila sebagai warisan dari para pendiri bangsa kita ditangan para oknum politisi ini hanya berfungsi sebatas hiasan bibir dan kuis berhadiah sepeda.

Harusnya kita malu terhadap para pendahulu kita yang telah memperjuangkan sepenuh tenaganya untuk bangsa ini. Bila mereka melihat kondisi bangsanya sekarang, yang sudah mau menginjak ke-76 tahun pada Agustus ini masih menunjukkan sikap bangsa yang tidak dewasa. Tidak benar-benar membicarakan nasib bangsa dengan serius.

Bila memungkinkan penulis akan meminjam mesin waktu Doraemon untuk kembali ke tahun 2010-an. Waktu dimana merasakan nikmat hidup tanpa pandemi, dan lebih memilih fokus menimba ilmu dengan Kakek Buyut. Penulis “Kakung Soemani Mangkuwijaya”. Seorang veteran pejuang angkatan 45, sekaligus tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) asal Ponorogo, yang meski diusia senjanya masih saja menjadi pembaca buku yang rakus majalah mingguan berbahasa jawa “Jayabaya”, agar lebih siap dan mampu melestarikan semangat positif dalam membangun dan mengabdikan diri untuk bangsa sebagai penerus bangsa.

Sangat disayangkan. Waktu dimana kakung masih bugar dengan aktivitas rutin jogging, paginya penulis malah menyia-nyiakan dan berleha-leha seolah tidak tahu kewajibannya untuk mengikuti kebiasaan baik kakung untuk membaca. Padahal digadang-gadang menjadi agen perubahan dan penerus bangsa. Ketimbang hanya seharian berada di depan TV dan menantikan Vierra tampil dengan lagu favorit “Seandainya” dan sorak penonton yeyeye lalala. Lebih parahnya, bila sedang berkesempatan berkumpul dengan teman sebaya tanpa ada angin dan tanpa ada hujan, memparodikan video clip The Virgin “Cinta terlarang.”

Namun, realitanya ialah tidak mungkin fantasi saya yang berlebihan itu terealisasikan. Jalan satu-satunya ialah, memaksimalkan waktu disaat ini dalam menghadapi dan mencari jalan keluar, atas solusi permasalahan yang masih berulang ini, untuk melanjutkan keberlangsungan eksistensi kejayaan bangsa, tanpa melanggengkan budaya sikap cuai dan zalim.

Menghayati kembali peran manusia sebagai makhluk sosial

Sejak kecil kita belajar etika dan sopan santun. Baik itu dikeluarga, sekolah, taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan terus menerus mendapatkan definisi manusia adalah makhluk sosial. Dengan artian, selalu membutuhkan manusia lain. Sehingga diharapkan, kelak besar nanti memiliki rasa tanggung jawab untuk mengayomi sesama.

Namun ketika sudah memasuki kehidupan dewasa, entah itu dalam lingkup karir atau politik dalam lingkaran kekuasaan, ada saja yang tak segan untuk bermain kotor. Melanggar etika demi meraih pencapaian yang diinginkan. Asal menang, asal kaya, asal sukses dan asal sampai. Sehingga berlumuran dosa dan tidak segan mengkhianati pesan-pesan luhur karena tunduk dengan ego angkara murka dan kesenangan pribadi, untuk memuaskan hawa nafsunya serta mengesampingkan hati nurani.

Seolah pesan-pesan luhur tentang etika yang diajarkan ketika masih kecil, hanya sekedar masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Atau hanya sekedar berhenti didalam buku dan billboard kampanye, tanpa penghayatan dalam-dalam dan di-jawantahkan ke realitas kehidupan.

Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara seorang salah satu filsuf asal Indonesia yang dikagumi oleh Soe Hok Gie, memiliki salah satu ajaran pokok  “Homo Homini Socius”. Mengandung arti “ Manusia adalah kawan bagi sesamanya ” guna mengoreksi kondisi masyarakat yang saling mengerkah, memangsa dan saling membenci. Sebagaimana yang dikatakan Thomas Hobbes “Homo Homini Lupus” yang berarti “Manusia adalah serigala bagi sesamanya.”10

Ketika tindakan dalam bermasyarakat sudah mengsampingkan norma dan etika, bahkan lebih jahatnya memakai bulu domba dan berlagak berjasa untuk mengelabui orang lain. Padahal tersimpan hasrat untuk menikam dan menambah harta akibat hanya mempertimbangkan kesenangan nafsu serigala pribadinya. Apabila sifat individual ini tak dapat dikendalikan, maka benar-benar menjalankan peran serigala untuk sesama manusia.11

Padahal Slavoj Žižek mengutip perkataan Martin Luther dalam menggambarkan kondisi ideal untuk menghadapi ancaman krisis pandemi ini agar berada di kapal yang sama. Pandemi ini menguji kekuatan persatuan yang mampu menunjukkan peran manusia sebagai kawan bagi sesamanya dalam menghargai dan memuliakan tiap nyawa. Untuk bersama-sama saling mendukung dalam bertahan hidup dan saling memberikan dorongan semangat.

Pandemi ini harusnya sangat relevan untuk membangkitkan rasa ukhwah insaniyah. Persaudaraan antar manusia atas nama kemanusiaan menembus batas sekat batas suku, bangsa, ras dan lintas iman untuk bergotong royong dengan tidak memilih-milih kelompok masyarakat untuk diayomi. Sehingga, dapat keluar dari masalah jurang kesengsaraan pandemi ini. 12

Seluruh umat manusia adalah bersaudara. Tak payah pula d itengah pandemi ini masih tebang pilih dalam berbuat kebaikan dan giat aksi kebajikan. Apalagi hingga ekstrim mendikotomikan dan mempolarisasi dari kita dan kalian minna wa minhum.

Ketajaman hati nurani kita sangat diuji atas kepekaannya. Bahwa dalam memahami membantu sesama adalah prioritas kita sekarang dan jalan satu-satunya. Mari hidupkan ajaran nilai-nilai ke-ihsanan bermurah hati terhadap yang lemah , saling memaafkan dan membenci kezaliman sehingga akan tercipta dunia yang lebih adil dan lebih setara.

Memaksimalkan ikhtiar agar pandemi segera berakhir

Mari buka hati kita untuk senantiasa bersedia memberikan ulur tangan dalam membantu sesama. Guna meringankan penderitaan orang lain dan bergotong royong dengan menyalurkan bantuan kemanusiaan. Baik secara pribadi atau pun melalui program filantropi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga sosial yang aktif dan terpercaya dalam menyalurkan harta dari para donatur. Seperti lembaga otonom Muhammadiyah yang bergerak dibidang amil zakat, yakni LAZISMU.

Sebab bila kita bersungguh-sungguh dan ikhlas dalam membantu sebenarnya kita sedang mempersiapkan balasan kebahagiaan dari apa yang kita lakukan. Kelak atau dalam waktu dekat pasti akan menikmati buah dari benih-benih kebaikan dari apa yang kita tanam. Percayalah bahwa tidak ada kebaikan sekecil apapun yang tidak akan dibalas sempurna oleh Allah.

Semoga dalam menghadapai semua permasalahan terkait pandemi ini, kita sebagai manusia, sekaligus hamba Allah mampu senantiasa berikhtiar sebaik yang kita lakukan. Lalu menyerahkan hasilnya kepada Tuhan, disertai doa dan sikap tawakal. Selalu yakin bahwa Allah akan memberikan jalan menuju kesejahteraan jika kita mau berusaha. 13

Mari menjalani hidup di tengah pandemi Covid-19 dengan keoptimisan dan menerapkan apa-apa saja yang dihimbau oleh pemerintah 3 T (Tracing, Testing, Treatment) dan 3M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak), serta mengikuti Fikih darurat pandemi termasuk terkait tuntunan ibadah dalam kondisi darurat wabah pandemi Covid-19.

Editor :akar10

Referensi dan rekomendasi bacaan

1Yasmin, P. (2021, April 06). Detikcom. Diambil kembali dari Detiknews: https://news.detik.com/berita/d-4966701/asal-usul-virus-corona-berasal-dari-mana-sebenarnya

2 BBC News. (2021, Juli 30). BBC COM. Diambil kembali dari BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-58022120

3Reskisari, I. (2021, Agustus 02). REPUBLIKA. Diambil kembali dari REPUBLIKA: https://www.republika.co.id/berita/qx7p3q328/ppkm-level-4-diperpanjang-sampai-9-agustus

4Žižek, S. (2020). Pandemik! COVID-19 Mengguncang Dunia. Yogyakarta: Penerbit Independen.

5Guritno, T. (2021, Juli 28). KOMPAS.com. Diambil kembali dari KOMPAS.com: https://nasional.kompas.com/read/2021/07/28/14595661/kasus-korupsi-bansos-juliari-juga-dituntut-ganti-kerugian-negara-rp-14597

6Hamdi, I. (2021, Maret 2). Tempo.co. Diambil kembali dari Tempo.co: https://metro.tempo.co/read/1438069/setahun-pandemi-covid-19-epidemiolog-sebut-pemerintah-tak-serius-tangani-wabah

7Musman, A. (2019). Belajar Bijak Ala Orang Jawa Ajaran Bijaksana Dalam Serat-Serat Jawa. Pustaka Jawi.

8 Maarif, A. S. (2019). Membumikan Islam. Yogyakarta: IRCiSoD.

9Saputra, M. G. (2021, Februari 12). merdeka.com.
Diambil kembali dari merdeka.com: https://m.merdeka.com/politik/charles-honoris-pdip-satu-satunya-partai-konsisten-jalankan-ideologi-pancasila.html

10Wikipedia. (n.d.).
Wikipedia. Retrieved from Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nicolaus_Driyarkara

11Pranowo, Y. (2020). Prinsip Utilitarisme sebagai Dasar Hidup
bermasyarakat . Filsafat, Sains, Teknologi dan Sosial Budaya, 172-179.

12Surah Al Hujurat [49]:13

13Surah Ar-Ra’d[13]:11

PPKM Level 2-4 di Jawa dan Bali Diperpanjang hingga 16 Agustus (detik.com)


Ikhtiar Superior Ikhtiar Superior
Ikhtiar Superior Ikhtiar Superior
Ikhtiar Superior Ikhtiar Superior
Ikhtiar Superior Ikhtiar Superior
Ikhtiar Superior Ikhtiar Superior

About Author

Fahris Haria Febrilian

Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PD Muhammadiyah Kab. Pasuruan. "Iman, Ilmu, Amal."

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *