
Tradisi Sungkeman, Melebur Jiwa yang Lara Menjadi Fitrah. Tulisan Kurnia Mayasari Anggota Bidang Sosial-Ekonomi PDNA Kabupaten Pasuruan.
Sinarmu.co – Sungkeman atau sungkem menjadi tradisi baik di hari raya Idul Fitri. Istilah sungkem berasal dari bahasa Jawa yang berarti sujud atau tanda bakti. Sungkeman adalah sebuah prosesi adat yang dilakukan oleh seseorang yang biasanya lebih muda kepada orang yang lebih tua dengan tujuan sebagai bentuk penghormatan ataupun sebagai bentuk permintaan maaf.
Tradisi Sungkeman sudah menjadi tradisi keluarga kami di saat lebaran. Saat hari raya Idul Fitri tiba kami yang muda menunggu giliran untuk sungkem kepada orang tua yang sudah duduk di kursi. Satu-persatu kami meminta maaf dengan posisi jongkok bersimpuh tepat di paha orang tua dan mohon ampun atas segala kesalahan kami yang membuat kesal, jengkel bahkan marah orang tua. Saat momen inilah kami menumpahkan segala perasaan lara dan bersalah kami hingga menjadi lega.
Setelah kami memohon maaf giliran orang tua kami memberikan pesan dan petuah untuk kami anak-anaknya. Bagi kami itu adalah bekal doa yang selalu kami dapatkan dan ingat hingga kelak telah menjadi orang tua bagi anak-anak kami. Tradisi ini juga kami lakukan hingga saat ini, kami anggap ini juga menanamkan pendidikan karakter bagi anak anak kami kelak nanti.
Walaupun tradisi Sungkeman ini sudah ada saat kakek buyut, ternyata sungkem saat Idul Fitri memiliki tujuan yang bermakna, selain untuk menghormati, juga sebagai permohonan maaf, atau “nyuwun ngapura.” Istilah “ngapura” bisa jadi berasal dari bahasa Arab “ghafura” yang berarti tempat pengampunan.
Sedangkan makna dari tradisi sungkem lebaran yakni wujud penyesalan dan permintaan maaf dari segala perbuatan buruk yang pernah dilakukan kepada orang tua. Sebuah hubungan antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda akan dapat diperbaiki dengan tradisi sungkeman. Tradisi ini dapat melebur jiwa yang lara kembali menjadi fitrah.
Penulis : Kurnia Mayasari