Sinarmu.co – Sering kali mendengar mengenai berjuta makna tentang manusia. Ada yang menyebutkan bahwa manusia merupakan Homo Sapiens, manusia makhluk sosial atau manusia sebagai Animal Symbolicum. Semua hal tersebut memiliki makna yang sama hanya dengan ciri-ciri yang berbeda.
Homo Sapiens
Manusia juga disebut Homo Sapies yang sering diduga-duga bahwa dahulu nenek moyang manusia adalah wujud Homo Sapiens (Kera). Namun pemaknaan Homo Sapiens yang sesungguhnya yakni seseorang yang cerdas pada dahulu kala karena dapat membuat suatu peralatan dari batu dan tulang.
Kemudian, Manusia sebagai makhluk sosial merupakan seorang makhluk yang berhubungan secara timbal balik dengan manusia, setiap insan manusia pasti membutuhkan orang lain dalam kehidupannya untuk membantu kehidupannya, bercerita dan lain sebagainya.
Animal Symbolicum
Sedangkan manusia sebagai Animal Symbolicum menurut Ernst Cassirer (1874-1945) mengungkapkan bahwa dalam Filsafat bentuk bentuk simbolis Cassirer mencari apa yang menandai manusia sebagai manusia, hingga ciri khas manusia yaitu Animal Symbolicum. Yakni makhluk yang mengerti dan membentuk suatu simbol. Karena adanya simbol tersebut manusia dapat menciptakan suatu dunia kultural, bahasa, mitos dan agama serta lainnya.
Dari beberapa anggapan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia tidak akan pernah jauh dari interaksi atau makhluk lainnya. Karena meski manusia cerdas atau membuat bahasa, budaya, agama jika tidak memiliki interaksi dengan makhluk lainnya maka tidak akan pernah mengenal arti simbol, kecerdasan, agama, budaya dan lain sebagainya.
Seperti halnya yang telah dijelaskan di dalam surat Al-Hujurat ayat 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Tafsir Muyassar [ Hujurat : 13 ]
Di dalam ayat tersebut Tuhan menyampaikan kepada manusia: Kami dengan keagungan dan kekuasaan Kami yang sempurna- menciptakan kalian dari satu orang laki-laki yaitu Adam, dan satu orang perempuan yaitu Hawa, maka janganlah kalian saling merasa unggul dalam hal nasab.
Dan Kami menjadikan kalian berbagai bangsa melalui perkembangbiakan, dan dari bangsa-bangsa itu menjadi berbagai kabilah dan suku; agar kalian saling mengenal. Sungguh yang paling baik derajatnya di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Allah Maha Mengetahui hamba-hamba-Nya dan keadaan serta urusan mereka.
Manusia Sebagai Makhluk Sosial Thomas Aquinas
Tidak terlepas dari hubungan dan kehidupan manusia, tokoh filsafat juga pernah mendiskusikan mengenai manusia sebagai makhluk sosial, salah satunya St. Thomas Aquinas dalam konsep etika teologis yang diutarakan ini mengajarkan mengenai moral. Etika mencakup moral yang diberlakukan bagi manusia sebagai individu maupun kelompok atau masyarakat, menurut ajaran ini kilau yang diberikan oleh Tuhan dari kilau manusia atau diberikan dari tabiat manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat.
Menurut Thomas Aquinas sebuah tindakan yang menggerakkan manusia kepada tujuan akhir berkaitan dengan kegiatan manusiawi bukan dengan kegiatan manusia. Perintah moral dalam konsep Thomas Aquinas yang paling dasar yaitu melakukan yang baik, menghindari yang jahat. St. Thomas Aquinas menganut pola pikir dan metode induktif. Dia menyesuaikan etika dengan kenyataan hidup. Etikanya bersifat teologis, etika yang berkaitan dengan keimanan kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta. Namun, etika teologis yang di sampaikan tidak membuat ciri khas filosofis, bahwa etika mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan manusia menemukan garis hidup dan akalnya.
Karl Marx & Homini Lupus Thomas Hobbes
Filsuf Karl Marx juga pernah mengungkapkan sebuah teori mengenai manusia sebagai makhluk sosial, hal itu ia sampaikan berdasarkan cerita kehidupannya saat itu, namun penjelasan dari pada Marx lebih pada Materialisme Historis. Penjelasan Marx pada Materialistis tentang perubahan sejarah, ditunjukkan pada pola perubahan sejarah yang luas, penekanan materialistis ini berpusat pada perubahan cara atau teknik produksi materil sebagai sumber utama perubahan sosial budaya.
Dalam buku “The German Ideology” Marx menunjukkan bahwa manusia menciptakan sejarahnya sendiri selama mereka berjuang menghadapi lingkungan materilnya dan terlibat dalam hubungan sosial serta terbatas. Namun kemampuan manusia untuk membuat sejarahnya sendiri, dibatasi oleh keadaan lingkungan materil dan sosial yang sudah ada. Ketegangan yang khas dan kontradiksi yang mencolok akan berbeda menurut tahap sejarahnya serta perkembangan materil sosialnya. Marx mengibaratkan bahwa kepunyaan daya-daya produksi masyarakat secara komunal dan suatu distribusi yang lebih merata didasarkan pada kebutuhan manusia, bukan kerakusan borjuis.
Filsuf selanjutnya yang berbicara mengenai mnausia sebagai makhluk sosial yakni Thomas Hobbes. Menurut Hobe Manusia tidak bersifat sosial. Sebuah pandangan yang unik untuk ditelaah. Karena filsafat Hobbes beranggapan bahwa manusia hanya mempunyai satu kecenderungan dalam dirinya sendiri, dari kecenderungan tersebut manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lainnya atau Hobe menyebutnya Homini Lupus ( Manusia adalah serigala bagi sesamanya).
Dari berbagai ungkapan ungkapan para Filsuf beserta kutipan ayat, maka dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan pernah lepas dari satu dengan lainnya. Karena antara manusia satu dengan lainnya saling membutuhkan untuk kepentingan dirinya atau masyarakat.
Baca juga: Mengenal Mental Contrasting, Karena “Positive Thinking Aja Tidak Cukup