Berita

Jika Kyai Ahmad Dahlan Masih Ada

Jika Kyai Ahmad Dahlan Masih Ada

Jika Kyai Ahmad Dahlan Masih Ada. Oleh: Muhammad Rafi Ardiansyah, kontributor sinarmu.co.


Sosok Darwis

Menelisik kembali sejarah. Membuka kembali lembaran ketika persyarikatan ini dengan gagahnya mengibarkan benderanya lebih dari seabad yang lalu. Berbagai aral melintang, masalah, dan apapun halangannya, tentu telah dirasakan. Semakin menua usianya, bertambah pula persoalan-persoalan yang ada. Muhammadiyah ada bukan untuk tiada, Muhammadiyah ada untuk kita semua.

Semua berawal dari sosok “priyai” asal Kauman Yogyakarta, dengan sapaan Muhammad Darwis. Beberapa kalangan bahkan memanggilnya Mbah Dahlan, ada yang memanggil Romo Kyai, ada pula yang memanggil dengan Gelar Sang Pencerah, namun jarang sekali yang memanggilnya “Habib”. Berbicara tentang Darwis, yang kemudian berganti nama menjadi Ahmad Dahlan sepulang haji, dikenal dengan kecerdasannya. Bahkan, tokoh yang satu ini, keilmuannya tiada lagi sudah yang meragukannya.

Selain itu beliau merupakan salah satu keturunan Rasulullah. Spirit-nya adalah memurnikan ajaran dengan menisbatkan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Ittiba’ bahasanya. Berartian mengikuti ajaran Nabi Muhammad secara menyeluruh. Nama Muhammadiyah adalah Cara Romo Kyai menisbatkan dan memurnikan ajaran Islam. Dengan Muhammad sebagai nama depan yang diikuti oleh kata ya nasabiyah yang berari menjeniskan. Secara keseluruhan, Muhammadiyah bermakna Pengikut Nabi Muhammad S.A.W.

Muhammadiyah yang seabad yang lalu berdiri tepat sebelum Hari Raya Idul Adha ini, telah berkembang dengan pesat. Sebagai organisasi islam tertua di Indonesia, Muhammadiyah telah banyak memberikan sumbangsih untuk agama dan bangsa. Gerakan pembaharuannya yang sangat kental dengan budaya tanah air, menjadi kemudahan tersendiri bagi Muhammadiyah dalam mengarungi roda organisasinya.

Jalan Panjang

Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM (Universitas Gadjah Mada) kelahiran Kauman mencatat. Nama “Muhammadiyah” merupakan usulan dari Muhammad Sangidu. Kerabat sekaligus sahabat tokoh bergelar Sang Pencerah. Selain itu, beliau merupakan seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton. Kyai Dahlan memutuskan nama “Muhammadiyah” setelah melaksanakan salat istikharah (Darban, 2000: 34). [3]

Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan. Keresidenan itu seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922.

Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatra Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra Barat. Dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.

Sekarang, organisasi ini telah mengembangkan sayapnya. Muhammadiyah telah mempunyai anak organisasi atau istilah kerennya adalah “Ortom”. Organisasi Otonom ini merupakan organisasi yang membantu gerak dari Muhammadiyah. Namun dari sekian banyak Organisasi Otonom yang ada, hampir semuanya mempunyai tugas untuk Perkaderan, apa tujuannya?.

PERKADERAN

Salah satu wujud nyatanya Muhammadiyah adalah Kader. Hampir disemua Ortom mempunyai Regulasi untuk kader. Bahkan kader adalah aset turun temurun bagi Muhammadiyah. Perkaderan bukan persoalan Formalitas!. Proses ini memberi satu dari sekian banyak hal yang harus meresap dan melekat pada diri setiap Kader. Bukankah disetiap Perkaderan kita selalu mengingat Spirit Kyai Dahlan?

IPM dengan TM-nya (Taruna Melati)

IMM dengan DA-nya (Darul Arqam)

Pemuda dengan BA-nya (Baitul Arqam)

NA dengan SPNA-nya dan seterusnya.

Jika kita membayangkan saat ini Kyai Dahlan “ada” dan melihat kita, nampaknya beliaulah yang akan meneriakkan jargon khas IPM JAYA, IMM JAYA dengan bangganya. Tapi sangat disayangkan ketika teriakan itu, tidak dirasakan semangat juangnya oleh kader yang bisa dikatakan masih belum menemukan jati dirinya. Lalu bagaimana kita mampu mengambil makna dari teriakan itu Kawan?.

Terkadang kita terlalu Fokus membuat Agenda TM, DAD, BA, sampai melupakan esensi yang seharusnya. Dengan dalih perkaderan non-formal kita terkadang mengorbankan spirit yang sudah dibangun mati-matian oleh Founding Father kita yang menisbatkan Persyarikatan ini ke Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Pertanyaannya, jika Kyai Dahlan masih ada, akankah kita masih tetap gini-gini aja?
Tepuk Dada, Tanya Iman.

Jika Kyai Dahlan masih ada mungkin dia malu melihat kader kadernya, yang handal dalam beradu argument namun kendor saat kumandang Adzan lantang terdengar.

Keterangan :

Ketib Anom adalah sosok ulama sepuh yang fasih dan cerdas
https://ibtimes.id/serat-cebolek-ketib-anom-kudus-menegakkan-syariat/

Penulis : Muhammad Rafi Ardiansyah
Editor : akar10

About Author

Muhammad Rafi Ardiansyah

Seseorang yang punya hoby Desain Grafis dan Fotografi, lahir pada tahun 2002 dalam proses Pendidikan Strata 1 Ilmu Hadis Uinsa. Menjabat sebagai Anggota LIK PDM Kabupaten Pasuruan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *