Edukasi Stunting Jadi Fokus Mahasiswa KKN Pencerahan 14 UMSIDA 2024 di Wonosunyo Gempol Kabupaten Pasuruan – Laporan kontributor sinarmu.co
Sinarmu.co – Dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi stunting di Indonesia telah menjadi perhatian serius. Tingkat stunting di Indonesia berbeda-beda tiap daerah, menurut data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dan Survei Kesehatan Nasional (Riskesdas). Daerah pedesaan memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan.
Angka-angka ini dapat berubah setiap tahun, tetapi mereka menunjukkan bahwa stunting adalah masalah kesehatan yang penting di Indonesia dengan tingkat stunting yang mungkin lebih tinggi di beberapa daerah Indonesia. Menurut data ‘SIPuDing’ tentang perkembangan data stunting Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan pada Agustus 2023, prevalensi stunting sekitar 8,37%.
Menurut Daffa Widyadani, Ketua KKN Pencerahan 14 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo di Wonosunyo, tujuan dilakukan program pengabdian ini adalah untuk mencegah angka kejadian pada balita di Desa Wonosunyo semakin meningkat. Menurut Daffa, stunting merupakan hal yang perlu diperhatikan. Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh kembang pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, jelasnya.
Baca juga : KKN UMSIDA Siap Kolaborasi Dengan Masyarakat Dawuhansengon
“Beberapa penyebab stunting antara lain praktik pengasuhan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi saat hamil, pernikahan di usia dini, serta resiko hamil di usia tua,” tutur Daffa. Stunting dapat terjadi pada anak-anak di bawah lima tahun yang merupakan tahap perkembangan fisik dan mental yang penting.
Stunting memiliki konsekuensi yang sangat signifikan di masa depan. Mereka tidak hanya menghalangi pertumbuhan fisik, tetapi juga memengaruhi kemampuan kognitif, kemampuan pembelajaran, dan produktivitas. Anak-anak yang stunting memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kronis dan memiliki harapan hidup yang lebih rendah.
Kasus Stunting Di Wonosunyo Gempol | Edukasi Stunting
Seperti yang dialami salah satu ibu di Desa Wonosunyo yang memiliki anak berinisial S dengan usia sembilan belas bulan. S mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan anak seusianya. Dwi Indah, koordinator program tersebut bersama para mahasiswa terjun langsung bersilaturahmi untuk mengetahui keadaan yang dialami S. Mereka melakukan observasi dan mewawancarai ibu S.
Ibu S mengatakan bahwa S masih belum bisa berjalan di usianya yang sudah sembilan belas bulan atau kurang lebih 1 tahun 7 bulan. Tidak hanya itu pola makan tidak seimbang dan tidak teratur juga dialami oleh S karena nafsu makan S yang sangat kurang. Selain itu, orang tua S juga kurang tegas untuk memberikan makanan pengganti agar S tetap bisa makan.
Kondisi itu, kata Indah, menyebabkan berat badan S kurang dari KBM (Kenaikan Berat Badan Minimal). Grafik berat badan S di bawah garis merah untuk anak seusianya sehingga disarankan untuk menaikkan berat badannya dengan memberi makanan dengan kandungan gizi yang seimbang atau makanan pengganti.
Hal ini menjadi perhatian khusus oleh pihak bersangkutan untuk mengedukasi masyarakat. Seperti yang dilakukan Dwi Indah dan rekan timnya. Mereka mengajarkan mengenai teknik pemijatan akupresur penambah nafsu makan untuk membantu. Dengan harapan edukasi yang diberikan dapat bermanfaat dalam upaya membantu meningkatkan nafsu makan anak.
Tak hanya itu mereka juga memberikan edukasi tentang pentingnya asupan gizi serta kekurangan berat badan yang dialami oleh S agar bisa terkendali. Mereka berharap angka stunting yang ada di Desa Wonosunyo juga ikut menurun dengan adanya kegiatan yang mereka lakukan.