Pakar Bahasa Korea Prof. Mi Yung Park Ungkap Marginalisasi Linguistik Korea Utara di Kelas Kajian Kawasan HI Universitas Muhammadiyah Malang
Sinarmu.co – Sekat yang membatasi Korea Selatan dan Korea Utara tidak hanya batas teritorial dan politik saja. Bahasa pun juga menjadi sekat pemisah yang krusial bagi dua negara yang kini sedang bersitegang ini. Pergeseran linguistik yang terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama setelah Perang Korea, telah menciptakan perbedaan yang signifikan dalam kosakata, pengucapan, dan bahkan struktur kalimat antara kedua bahasa Korea.
Pengantar tersebut disampaikan oleh Prof. Mi Yung Park, seorang pakar kebahasaan dan kebudayaan Korea dari University of Auckland, dalam kelas Kajian Kawasan Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kelas ini merupakan hasil kerjasama Prodi HI UMM dengan University of Auckland’s Strategic Research Institute (SRI) for Korean Studies yang turut didukung oleh Kementerian Pendidikan Republik Korea.
Dalam kelas yang bertemakan “Linguistic Diversity and Discrimination in South Korea” ini, Prof. Mi Yung Park mengungkapkan bahwa terdapat marginalisasi dan ketidakamanan bahasa di Korea.
Baca juga: Dr Lynne Park Bimbing Mahasiswa UMM Gali Nilai Filosofis Kuliner Korsel
“Terdapat perbedaan sikap yang cukup signifikan dari penutur bahasa Korea Utara jika dibandingkan dengan penutur bahasa Korea Selatan. Mereka merasa termarginalisasi akibat aksen yang digunakan, sehingga berujung pada rasa tidak nyaman, malu, atau bahkan teralienasi,” ungkap Prof. Mi Yung Park.
Prof. Mi Yung Park juga mengungkapkan bahwa kondisi tersebut turut memengaruhi ranah akademik mahasiswa yang berasal dari Korea Utara.
“Perasaan terpinggirkan dan kurang percaya diri dalam menggunakan bahasa asli mereka dapat menghambat partisipasi akademik mereka, antara lain: diskusi, presentasi, dan kegiatan akademik lainnya,” urai Prof. Mi Yung Park.
Berdasarkan pengalamannya sebagai seorang dosen dan peneliti, Prof. Mi Yung Park melihat bahwa para mahasiswa yang berasal dari Korea Utara tidak berpasrah diri dengan keadaan. Mereka justru memanfaatkan kondisi demikian sebagai sebuah kelebihan dalam penelitian tentang Korea Utara.
“Dalam sebuah kelompok penelitian tentang Korea Utara, mereka—mahasiswa asal Korea Utara—mampu memberikan informasi yang bahkan tidak ada dalam literatur. Hal tersebut tentu sangat membantu anggota kelompoknya,” ujar Prof. Mi Yung Park mengakhiri. (*)