Editor Picks

Memaknai Ramadan dari Sisi Bahasa

Memaknai Ramadan dari Sisi Bahasa

Memaknai Ramadan dari Sisi Bahasa oleh Achmad Fuad Hasyim, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين الحمد لله الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم، نصلي ونسلم على نبينا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين، أما بعده

Sinarmu.co – Alhamdulillah, marilah kita senantiasa bersyukur kehadirat Allah Swt yang masih memberikan kita nikmat indahnya iman dan Islam, nikmat sehat dan sempat sehingga sampai pada hari ini kita masih bisa bermuwajjahah dalam keadaan sehat, tak kurang suatu apapun.

Pada kesempatan kali ini kita akan mencoba memaknai Ramadhan secara kebahasaan dan korelasinya terhadap kewajiban kita melaksanakan puasa Ramadhan sesuai dengan firman Allah Swt di surat Al-Baqarah : 183

يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ

Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu puasa seperti halnya diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian bertaqwa

Jama’ah yang dirahmati Allah Swt

Setiap kata (kalimah) dalam Bahasa Arab memiliki akar katanya masing-masing atau bisa kita cari asal-muasal katanya. Seperti contoh kata “masjidun” (masjid) bisa kita tarik akar katanya yaitu huruf “sin”, “jim”, dan “dal” (sa-ja-da) yang bermakna sujud. Dari kata sa-ja-da kemudian diubah wazan-nya (bentuknya) menjadi “masjidun” yang berarti tempat untuk bersujud.

Contoh lainnya adalah kata “muslim.” Kata “muslim” bisa kita tarik akar katanya yaitu terdiri dari huruf “sin”, “lam”, dan “mim” (sa-li-ma) yang artinya adalah aman atau selamat. Kemudian diubah menjadi wazan “as-la-ma, yus-li-mu, mus-li-mun” maknanya menjadi orang yang berserah diri (kepada Allah Swt).

Di dalam Bahasa Arab terdapat kaidah bahwa perubahan wazan akan merubah maknanya pula.

زيادة المبنى تدل على زيادة المعنى

Makna Ramadan

Kembali pada makna kata “Ramadan” jika ditarik ke asal-muasal katanya, Ramadhan berasal dari tiga huruf “ro-ma-dlo” atau “ro-mi-dlo” yang berarti panas. Disebutkan sebuah contoh dalam kamus Al-Ma’ajim : romidlo al-yaumu (isytadda hurruhu) yang artinya adalah hari ini terasa lebih panas.

Kemudian wazan “Ro-mi-dlo” dirubah menjadi Romadloon (penambahan “alif” dan “nun” di belakang) merubah bentuk dan maknanya menjadi superlatif atau artinya menjadi lebih-lebih atau sangat panas.

Dari kata Ramadhan yang berarti sangat panas, kemudian kita interpretasikan dalam makna majaznya, bahwa Allah Swt seolah memberikan isyarat kepada manusia, bahwa akan ada sesuatu yang lebih panas di bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya. Isyarat ini adalah shiyaam atau berpuasa.

Pada siang hari ketika matahari terik, kita merasa sangat panas, tenggorokan terasa kering, biasanya kita bisa meminum minuman yang segar sehingga berkurangnlah rasa panas dan hilanglah rasa dahaga. Namun pada saat Ramadhan kita diminta untuk menahan diri, sehingga seolah terik siang hari akan terasa lebih dan sangat panas.

Selain itu, Ramadhan yang memiliki makna sangat panas juga dapat kita interpretasikan bahwa akan ada sesuatu di bulan Ramadhan yang akan terkena panas, sangat panas dan bisa terbakar sampai-sampai sesuatu itu hangus, hilang dan tak bersisa. Apakah itu? Sesuatu itu tidak lain adalah dosa-dosa kita yang telah lampau. Bagaimana bisa pada bulan Ramadhan dosa-dosa kita akan habis terbakar? Nabi Muhammad Saw bersabda :

من صام رمضان إيمانا واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه

Barangsiapa berpuasa (di bulan) Ramadhan dengan (berdasasrkan) iman dan penuh dengan harapan (akan ridlo dari Allah Swt) maka (Allah Swt) akan mengampuni dosanya yang telah lampau” (HR. Bukhori)

Dengan melakukan puasa yang berlandaskan iman dan penuh harapan akan ridlo dari Allah Swt, banyak mendirikan shalat malam dengan khusyu’, memperbanyak sedekah, beramal shalih, membaca Al-Quran memahami maknanya dan kemudian menaati apa yang terkandung di dalamnya, maka dengan izin Allah Swt, dosa-dosa kita seolah akan dipanaskan, terbakar hingga kemudian musnah dan habis.

Sehingga nanti pada awal bulan Syawwal, kita benar-benar menjadi insan yang idul fitri (kembali dalam keadaan yang suci, keadaan dimana kita telah tidak memiliki dosa). Wallahu a’laam, semoga kita diberikan kekuatan dan kesempatan oleh Allah Swt untuk menyempurnakan dan memaksimalkan ibadah-ibadah kita di bulan suci penuh berkah dan ampunan ini. Amin.

Penulis : Efha


Memaknai Ramadan dari Sisi Bahasa
Memaknai Ramadan dari Sisi Bahasa

About Author

Achmad Fuad Hasyim

Achmad Fuad Hasyim, pemuda kelahiran Pasuruan tahun '94, saat ini menjabat sebagai Ketua LIK PDM dan Ketua PDPM Kabupaten Pasuruan. Ia merupakan salah satu founder SinarMu.co

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *