
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila. Tulisan Vio FHCI, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Pasuruan Raya
Sinarmu.co – Masifnya teknologi informasi di jaman super canggih, menjadikan dunia seakan hanya seluas biji sawi. Apapun yang kita ketahui akan hal perkara dunia, dengan mudah segera boleh kita tatap di hadapan mata. Apa yang tidak bisa kita retas dari sana ?. Apapun yang kita mau akan hadir dalam sekejap masa. Cepatnya akses informasi, menyebabkan generasi muda masuk abad millenium, tiba pada fase insisi, jaman pancaroba, masa transisi. Memaksa kita untuk selalu dapat dengan cepat dan bijak beradaptasi dengan pola kerja arus informasi, agar tidak tertinggal jaman tergerus masa dan terhempas oleh kebijakan pola pikir sendiri. Mampu membimbing generasi milenial tidak hancur oleh kekuatannya sendiri.
Perlu diperhatikan dibalik segala kemudahan, sellau ada “pihak berkepentingan”. Bak ada kesempatan dibalik kesempitan. Orang-orang berideologi “sesuatu” dengan membawa branding yang sengaja dicipta, mengincar generasi-generasi baru ini. Generasi abad 22 ready, generasi milenial yang rentan dan masih menyandang gelar “Sang pencari jati diri”.
Minimnya literasi dan rendahnya minat baca klasik yang sudah tidak lagi bisa dianggap praktis dan ekonomis dikalangan pemuda masa kini. Hal-hal yang diakibatkan oleh hembusan angin rayuan teknologi modern, terdukung dengan kehancuran kurikulum pemantapan ideologi, membuat “Genmil abad 22 ready“, mudah tergerus dahsyatnya arus informasi yang telah dimodifikasi keluar dari kebenaran. Membuat “genmil” menjadi sasaran empuk bagi hantu-hantu pelaku perusakan pencekok doktrin-doktrin ideologi asing, doktrin politik asing, ekonomi asing, sosial asing, budaya asing, pertahanan asing dan doktrin keamanan asing.
Antisipasi yang kurang diperhati menimbulkan multi permasalahan untuk negeri. Munculnya insan-insan kreator berideologi tak sesuai NKRI, menjadi polemik krisis bangsa ini. Paham radikal, separatis, sosialis komunis, ekstrimis mudah digaungkan dengan mantap tanpa perlu tameng alih-alih lagi.
Mudahnya proses pencucian otak pemuda pemudi berhati lugu bangsa ini, untuk dengan halus dibelokkan, dimodifikasi menjadi pemuda/i ber-“intelek keliru”, ber”branding kemilau”, bersenjata “elok paras rupa ganteng ayu”, untuk digunakan sebagai agen-agen penyuntik doktrin sayap kanan sayap kiri terbaharukan. Merupakan metode termutakhir dibangunnya paham radikal asing beserta ragam macam jenisnya.
Berkedok kekafiran Pancasila, menuhankan kekhalifahan, hendak menjadikan negara multi perbedaan Indonesia sebagai negara islam. “Meskipun dalam koridor tanda tanya islam model mana”, ialah salah satu kerja nyata pelaku-pelaku pemecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan negara besar ini. Tanpa bisa disadarkan dan dibuat mengerti lagi bahwa di dunia ini tidak ada satu-pun kekhalifahan Islam yang “adil makmur”, selain kekhalifahan yang dipimpin langsung oleh Rasul s.a.w sendiri. Bahkan kekhalifahan pengganti Nabi Muhammad s.a.w, pemerintahan 4 khalifah besar Khulafaur Rasyidin pun sudah dipenuhi intrik mematikan bahkan perang saudara. Pemimpin sekelas Rasulullah model mana yang mereka pikir mereka punya, sehingga berani hendak mendirikan kekhalifahan Islam di Indonesia. Memang selain mengadakan gerakan formal dan brutal, terkadang gerakan mereka halus tersamar tak terlihat. Tapi efeknya nyata ada persis seperti biasa kinerja khas para hehantu.
Atas dasar itu, banyak organisasi “sah” belum tersadar dan bersatu padu berusaha melawan. Banyak badan/komunitas “diakui” hanya bisa bergerak sendirian melawan ideologi-ideologi sudah tersimpangkan itu. Salah satu yang paling garang adalah Muhammadiyah. Ia berani mem-branding konsep rasa cinta kepada bangsa dan negara berprinsip Pancasila ini, dengan sebutan “Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah”. Sampai tulisan ini selesai, belum ada organisasi lain yang berani berikrar mengusung isu ini berlandas intelektualisme. Tidak hanya berlandas anut manu suargo nunut neroko katut asal yang membawa sang tokoh “Kultus Individu’ setengah dewa-nya, tanpa reserve
Sedari mula Muhammadiyah memang berdiri diatas landasan intelektual. Landasan pembaharuan intelktual bangsa. Bergerak untuk mengusung segenap bangsa ini untuk mendapatkan pendidikan umum seperti pendidikan yang wajib didapat oleh “Orang Barat”. Gerakan baru yang ditentang sendiri oleh umat islam “tradisional” karena dianggap kafir sebab berbau ke-“Barat-baratan”. Inspirasi ini didapat Darwis, bangsawan Keraton Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Terkenal sebagai pahlawan nasional dengan memakai nama KH. Ahmad Dahlan, setelah ikut terjun sebagai pengurus gerakan pemuda “Boedi Oetomo” tahun 1908. Kelak kemudian hari diperingati sebagai gerakan Kebangkitan Nasional, gerakan kebangkitan dari kebodohan intelektual bangsa ini.
Sedangkan gerakan pembaharuan berkemajuan religius Muhamadiyah diinspirasi oleh gerakan pembaharuan oleh Rasul s.a.w senidri. Dengan membakar seluruh ratusan ribu catatan sahabt-sahabat “sekretaris” beliau, baik berupa hadits atau-pun ayat Al-Qur’an yang memakai bahasa non–Quraisy. Ini dikarenakan Nabi s.a.w menyadari bahwa ribuan sahabat “sekretaris” pencatat beliau, datang dari ras dan suku Arab yang berbeda secara socio antrophology-nya, sehingga muncul islam yang beraneka ragam. Seolah Nabi s.a.w bukan orang Quraisy, seolah Rasul s.a.w berbahasa dan berbudaya Arab non-Quraisy, seolah banyak Rasul yang muncul di setiap susku-suku Arabiyah.
Maka setelah peristiwa pembakaran oleh Rasul s.a.w, Al-Qur’an menjadi murni berbahasa Quraisy saja. (Jadi menginterpretasikan bahasa Al-Qur’an dengan menggunakan metode ratusan jenis socio anthropology puluhan Arab non Quraisy, adalah interpretasi yang dipaksakan oleh orang yang “berkepentingan” dan terkadang pembaca sendiri terlambat untuk menyadari).
Terbukti lebih banyak perpecahan mahdzab Islam muncul setelah beberapa tahun sepeninggal Rasul s.a.w, segera setelah beberapa “Orang bermaksud baik” mulai mengumpulkan lagi jutaan hadits yang selamat dari peristiwa pembakaran hadits oleh Rasul s.a.w, tanpa tahu metode penyaringan yang dilakukan oleh Rasul s.a.w. Hal ini berakibat munculnya kelompok penganut islam tradisional dengan ciri khas “Kultus Individu” kepada mahdzab yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Kalau tidak tersesat kedalam islam mistik fantastik.
Keadaan diperparah oleh “pandai”-nya orang barat dalam memanfaatkan ke-sosio antropologi-an bangsa Indonesia yang masih lugu dan tradisional. Maka untuk dapat dengan mudah menghancurkan bangsa Indonesia, dimana dimasa itu islam merupakan kekuatan religius anti kolonialisme terbesar. Bangsa barat mengirimkan ahli-ahli orientalist masuk menyusup untuk merusak ideologi islam dari dalam, dengan membawa berbagai metode penyesatan islam.
Snouck Hurgronje di Aceh untuk menghancurkan pertahanan Aceh oleh kaum islam Padri=islam murni. De Loop Count Barry di “Jawa Tengah sekarang” dengan gerakan sosial, dikenal dengan langganan Holopis Kuntul Baris, Van der Plast di “Jawa Timur sekarang” residen Soerabaya, dengan gerakan islam sinkritisme Hindu Buddha. Westerling di “Sulawesi Selatan dan Jawa Barat sekarang” dengan fasisme fanatisme militerisme Islam berlebihan, dan Imam Al-Albany dari Balkan Eropa dengan gerakan meng-shahih-kan jutaan hadits yang tidak shahih dengan metode ilmiah milik Bukhari dan Muslim. Hadits-hadits yang dipakai sebagai dasar utama gerakan terorisme sayap kanan modern di Indonesia.
Darwis terinspirasi pembaharuan religius (pembersihan Islam dari semua hal yang bukan islam) ini oleh guru beliau Muhammad Abdul Wahab (bukan Wahab Al-Afrikani pencetus gerakan Wahabi Brutal yang sering dituduhkan oleh “orang yang belum tercerahkan” kepada Muhammadiyah, yang sebenarnya malah gerakan Wahabi pembaharuan pola pikir). Serta oleh Bukhari dan Muslim yang menyaring keaslian hadits dengan menggunakan metode ilmiah, yang belum ada di jaman sang tokoh, yang di-“kultus individu”-kan oleh kalangan agama islam sebelah dan penganut islam tradisional. Dimana pemurnian secara ilmiah yang dilakukan Muhammadiyah sempat dipandang kafir di mata “mereka”.
Itulah pentingnya gerakan Muhammadiyah yang selalu mengusung pola pikir pembaharuan, pencerahan dan berkemajuan dari kegelapan kebodohan intelektual dan kesesatan religius. Hal itu pula yang membuat Muhammadiyah memakai lambang matahari sebagai simbol sinar terang kebenaran yang terkadang membuat panas meradang sang kegelapan. Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan religius, pendidikan, sosial dan kemasyarakatan memiliki kekhawatiran terhadap apa yang akan terjadi. Apabila NKRI, Pancasila ini, sudah kehilangan jati diri sebagai kiblat bangsa. Sebab tergerusnya ideologi Pancasila dalam benak pemikiran para pemuda/i negeri indah ini. Potensi masif kehancuran yang dapat dipastikan suatu saat akan dengan mudah merobohkan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an.
Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan “Islami” di Indonesia, sadar bahwa krisis ini merupakan ladang jihad intelektual kebangsaan. Bagi Muhammadiyah, Pancasila sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hanya ada dua hal, bila ada umat yang mengaku islami tapi masih meragukan dan (malah menganggap) Pancasila sebagai hal yang tidak islami. Ialah, kalau tidak sudah “disesatkan” oleh doktrin-doktrin sesat, berarti memang sudah ditakdirkan sesat sedari mula. Ibarat kata, Pancasila ialah poros, yang mana hal-hal kesatuan, keagamaan, keadilan, kemusyawaratan dan sebagainya telah dirumuskan dengan matang. Sila mana yang menyalahi syariat agama islam, agama hindu, buddha, katolik, kristen dan kepercayaan lain, tak ada. Kalau ada yang mengatakan ada, maka jelas ia mengada-ada.
Para perumus dan penyusun Pancasila sadar bahwa Indonesia merupakan negara besar yang memiliki keaneka ragaman perbedaan. Pancasila adalah pemersatu dari segala perbedaan yang dimiliki Indonesia. Sehingga ideologi Pnacasila harus dimiliki setiap warga negara Indonesia. Ada sedikit kesalah pahaman kepada tokoh-tokoh perumus Pancasila. Kasman sang Singa Di Meja, Ki Bagus Hadikusuma dan Kahar Muzakkar Sang Pemberontak, yang dianggap sebagai tokoh anti Pancasila dari Muhammadiyah. Mari kita lihat fakta bahwa Muhammadiyah tidak pernah sekalipun berubah dari organisasi pendidikan dan sosial kemasyarakatan menjadi organisasi politik praktis murni sepenuhnya. Jangan lupakan sejarah kawan.
Kembali kepada branding Darul Ahdi Wa Syahadah sebagai salah satu sikap dan komitmen Muhammadiyah terhadap Pancasila. Secara tegas diungkapkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makasar tahun 2015. Konsep Darul Ahdi Wa Syahadah merupakan bentuk nasionalisme Muhammadiyah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara “Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur”. Negara makmur penuh ampunan Tuhan. Aman dan tentram. Mengikut konteks pengertian harfiah, Darul Ahdi ialah tempat (mudah difahamkan sebagai) negara damai sentosa. Disusul dengan kata Syahadah, berarti kesaksian yang dirujukkan untuk usaha pembuktian dan penghayatan dalam berperilaku. Maka lengkaplah “Negara Damai” yang menuntut segenap para warga megaranya untuk “Mewujudkan Kedamaian”.
Pancasila sebagai poros Darul Ahdi Wa Syahadah berfungsi sebagai pondasi ideologi kuat, perwujudan intelektual yang menekankan pentingnya nasionalisme kebangsaan. Branding itu secara tersirat Muhammadiyah menemukan rumus ke-“Islaman” yang benar dalam kehidupan berbangsa, bertanah air dan bernegara Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Membangun karakter/watak anak bangsa yang beragama dengan pemahaman benar dan cinta tanah air.
Muhammadiyah sedari mula turt serta bergerak dalam hal kemasyarakatan bangsa dan negara ini ikut was-was dalam menghadapi munculnya arus ideologi-ideologi berbahaya dari berbagai sayap. Sehingga polemik ideologis ini harus segera dituntaskan. Pancasila merupakan kesepakatan yang arif dan luhur. Maka, misi dan visi para pahlawan kita terdahulu, haruslah dipertahankan. Terwujudnya Pancasila sebgai poros Darul Ahdi Wa Syahadah, negara damai dan selalu dibuktikan kedamaiannya, hanya bisa bila seluruh anak bangsa terbarukan segala aspek hidup dan kehidupannya. Terbarukan pola pikir terhadap ideologi bangsa, politik bangsa, ekonomi, sosial, kebudayaan, pertahanan serta keamanan bangsa. Para kader Muhammadiyah dituntut untuk memahami hal ini. Memberantas ideologi menyimpang, selalu menggunakan akal pikiran yang sehat, taktik tepat, sangkil, jauh lebih canggih dan berkemajuan.
Terwujudnya Pancasila sebagai poros Darul Ahdi wa Syahadah, negara damai dan selalu dibuktikan kedamaiannya, hanya bisa bila seluruh anak bangsa terbarukan segala aspek hidup dan kehidupannya. Terbarukan pola pikir terhadap ideologi bangsa, politik bangsa, ekonomi bangsa, sosial bangsa, kebudayaan bangsa, serta pertahanan dan keamanan bangsa. Para kader Muhammadiyah dituntut untuk memahami hal ini. Memberantas ideologi menyimpang, selalu menggunakan akal pikiran yang sehat, taktik yang tepat, sangkil, jauh lebih canggih dan berkemajuan.
Bangsa kolonial menggunakan “Islam yang Salah” untuk menghancurkan umat islam di jaman penjajahan. Maka Muhammadiyah bergerak tegak melawan dengan gerakan “Pemurnian Islam-Pembaharuan pengertian Islam”. Bangsa Asing menggunakan penyusupan “Islam yang Salah” dan “penghancuran dari Dalam” untuk menghancurkan Indonesia. Maka Muhammadiyah mempunyai dua gerakan utama dalam gerakan pendidikan kontra sayap kanan radikalisme religius dan sayap kiri sosialis komunis. Muhammadiyah menggunakan metode sama dengan metode yang dipakai gerakan mereka.
Pertama. Muhammadiyah menciptakan “Generasi Nol”, berupa pendidikan keseimbangan antara agama islam yang benar dan ilmu umum mutakhir. Sedari usia “Golden Age”. Gerakan pendidikan yang tidak berdiri sendiri, tapi ditunjang berbarengan dengan usaha nyata Muhammadiyah untuk memajukan ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pertahanan dan kemanan bangsa negara Indonesia ke tingkat level lebih tinggi.
Kedua, Muhammadiyah menggencarkan penelitian pola “HypnoDoctrine Tandingan” sebagai senjata makan tuan bagi hypnodoctrin yang dilakukan oleh gerakan radikalisme religius sayap kanan maupun sosialis komunis sayap kiri. Apapun itu, kuncinya hanya satu. Mari kita bersatu, bergerak bersama, menurunkan egosentris masing-masing, mencapai mufakat demi terwujudnya bangsa berkemajuan. Mencintai negaranya dengan sepenuh jiwa.
Referensi :
Muhammadiyah.or.id
Buku 10 Negara Pancasila Pimpinan Pusat Muhammadiyah hasil Muktamar Muhammadiyah Ke-47 Makasar 3-7 Agustus 2015
Pendidikan Kemuhammadiyahan oleh Abdullah Siddiq Notonegoro, S.Pd.I (2012)
Penulis: Vi
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila
Ideologi Fantastik, Negara Pancasila