Sinarmu.co – Kolokium Moderasi Beragama dan Literasi Perdamaian oleh Cangkir Opini, berhasil terlaksana secara hybrid (Offline dan Online), Sabtu (25/9/21). Bersama dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jawa Timur, Pimpinan Cabang (PC) IMM Pasuruan Raya berkolaborasi untuk menyelenggarakan Kolokium bertemakan “Moderasi Beragama Dalam Bingkai Ke-Indonesia-an”.
Seminar yang dilaksanakan di Rumah Makan Kurnia Kota Pasuruan tersebut diikuti oleh puluhan peserta perwakilan dari beberapa organisasi kepemudaan dan mahasiswa se-Pasuruan Raya.
Dalam sambutannya, Direktur Program Cangkir Opini, Randi Satrizal Latulumamina, memperkenalkan Cangkir Opini kepada para peserta. “Cangkir Opini ialah platform media digital yang fokus terhadap isu-isu politik, pendidikan, agama, ekonomi, dan lainnya dengan memberikan narasi alternatif dan opini yang dikemas secara menarik dan modern,” ungkapnya.
Kegiatan Kolokium tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkuat literasi perdamaian di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa se-Pasuruan Raya.
“Pimpinan Cabang IMM Pasuruan Raya, ingin membuktikan wujud kepekaan sosial dengan bentuk perhatian dan kebersamaan pada masyarakat terimbas Covid-19. Agenda Kolokium ini tepat sekali dilaksanakan di Pasuruan. Kegiatan ini akan diikuti dengan pembagian sembako secara simbolis,” ungkap Abdul Aziz Pranatha, Ketua Umum PC IMM Pasuruan Raya dalam sambutannya.
Turut hadir narasumber sebagai pembicara. Dari sisi akademisi, hingga mantan narapidana teroris (napiter). Mereka adalah Irfan Suhardianto (mantan napiter) dan Nafik Muthohirin (Peneliti Equal Acces). Dipandu oleh Rizki Amalia Maslucha sebagai moderator.
“Teroris itu memiliki pemahaman radikal, hingga kebablasan dalam beragama. Semua sistem negara beserta personilnya, dianggap sebagai thogut dan tercetuslah keinginan untuk mengubah sistem hingga ideologi negara,” ujarnya.
Beliau juga menambahkan bahwasannya, berpikir sebelum bertindak itu harus diutamakan. Larangan untuk menyakiti orang lain demi kepuasan diri. “Cari ilmu dan pahami, carilah referensi sebanyak-banyaknya agar tidak keliru,” pungkas Irfan Suhardianto.
“Gunakan critical thinking sebagai filter dalam menghadapi narasi moderasi beragama,” pesan Nafik Muthohirin, Peneliti Equal Acces dari Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam pernyataannya, beliau menghimbau agar generasi muda penerus bangsa, harus ‘pandai-pandai’ menghindari disinformasi yang berlayar di dunia maya.
“Ideologi yang dipaksakan atau didesak, tidak bisa menjanjikan kedamaian seperti sekarang ini. Maka bertauhid murni-lah, bersikap wasathiyah/moderat/tengah, dan peduli kepada kemanusiaan/humanis,” imbuhnya.
Kolokium Moderasi Beragama dan Literasi Perdamaian diakhiri dengan pernyataan, “Mari kita sama-sama mengembalikan senyum Indonesia dengan agama yang ramah, tenang, bertauhid murni, memanusiakan manusia, memberi manfaat lebih banyak, dan utamakan kemaslahatan bersama. Beragama itu ramah, bukan marah-marah,” tutup Rizki Amalia Maslucha, moderator.
Kontibutor : IMM Komisariat STIT Muhammadiyah Bangil
akar10