Menyerukan Perlawanan Terhadap Predator Seksual yang Bebas Berkeliaran. Opini Raihan Qasid Ikatan Pelajar Muhammadiyah Pandaan.
Sinarmu.co – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di kampus, tidak hanya terjadi sekali. Namun, ada ratusan, ribuan bahkan jutaan kasus yang terjadi. Menurut data tirto.id, dalam survey-nya, ada 174 testimoni dari 79 perguruan tinggi dan 28 kota. Terdapat 129 penyintas mengalami kekerasan seksual, 30 orang mengalami intimidasi pelecehan seksual, dan 13 orang mengalami korban pemerkosaan.
Pelecehan tidak hanya terjadi di dalam kampus. Ada yang di rumah dosen, kos-kosan, tempat magang, klinik kampus, atau via pesan singkat (sosmed). Pelakunya turut beragam. Mulai dari dosen, sesama mahasiswa, pegawai/staf kampus, atau dokter di klinik kampus. Sebagian ada yang dikenal mesum. Sebagian terlihat biasa saja, meski di situasi tertentu menampakkan sisi predator-nya.
Berdasarkan sumber data dari channel stasiun televisi “Mata Najwa”, dinyatakan kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswi UGM (Universitas Gadjah Mada), terjadi pada Juni tahun 2017 saat pelaku dan korban mengikuti kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Kemudian diungkap juga ksus pelecehan di kampus UNTIRTA (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), dengan lokasi kejadian di kos pada malam hari.
Pelecehan di kampus di UNEJ (Universitas Negeri Jakarta), tersangka merupakan dosen, dan kini berakhir di tahanan. Baru-baru ini, pelecehan seksual juga terjadi di UNRI (Universitas Negeri Riau). Digadang-gadang pelakunya ialah seorang dosen.
Diperkuat juga dengan data dari Komnas Perempuan dalam catatannya. Perempuan dalam Himpitan Pandemi : Lonjakan Kekerasan Seksual, siber, perkawinan anak, dan keterbatasan penanganan di tengah Covid-19.
Jakarta, 5 Maret 2021, tentang Catatan Tahunan Komnas Perempuan :
- Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan diluncurkan setiap tahun untuk memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret.
- Catahu Komnas Perempuan diluncurkan sejak tahun 2021.
- Catahu Komnas Perempuan dimaksudkan untuk memaparkan gambaran umum tentang besaran dan bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan di Indonesia dan memeaparkan kapasitas lembaga pengaadaan layanan bagi perempuan korban kekerasan.
- Data yang disajikan dalam CATAHU Komnas Perempuan adalah kompilasi data kasus riil yang dihimpun dari 3 sumber, yakni :
a. Data Peradilan Agama (Badilag)
b. Data Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan baik yang dikelola oleh Negara maupun atas inisiatif masyarakat. Termasuk di dalamnya adala lembaga penegak hukum.
c. Data Unit Pelayanan dan Rujukan, satu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan, untuk menerima pengaduan langsung korban. Data CATAHU juga memuat hasil pemantauan dan kajian Komnas Perempuan. - Menyesuaikan kondisi pandemik Covid-19, pada tahun ini, Komnas Perempuan mengirimkan formulir kuesioner dalam dua format, yaitu google form dan dalam format word. Formulir ini memuat tentang identifikasi kasus kekerasan berbasis gender. Kesediaan pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil mengisi dan mengembalikan formulir ini sangat membantu Komnas Perempuan dalam menyajikan data.
Temuan dalam Catatan Tahunan 2021 :
- Jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KIP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus, terdiri dari kasus yang ditangani oleh :
a. Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus.
b. Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234.
c. Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi. - Penurunan signifikan jumlah kasus yang terhimpun di dalam CATAHU 2021, menunjukkan bahwa kemampuan pencatatan dan pen-dokumentasian kasus KTP di lembaga layanan dan di skala nasional perlu menjadi prioritas perhatian bersama. Sebanyak 299.911 kasus yang dapat dicatatkan pada tahun 2020, berkurang 31% dari kasus tahun 2019 yang mencatat sebanyak 431.471 kasus. Hal ini dikarenakan kuesioner yang kembali menurun hampir 100% dari tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya jumlah pengembalian kuesioner sejumlah 239 lembaga, sedangkan tahun ini hanya 120 lembaga. Namun sebanyak 34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi. Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga mengalami peningkatan drastis 60% dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.
Dalam upaya pencegahannya Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merilis Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomer 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Tujuan utama dari peraturan ini adalah untuk memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. Peraturan ini sangat diharapkan oleh setiap orang atas hak-haknya untuk menjaga diri dari ancaman yang bisa saja terjadi kepada siapa-pun.
Adanya peraturan ini sangat melindungi bagi penyintas pelecehan atau kekerasan seksual. Pemerintah kali ini mengambil peran lebih kuat untuk memastikan agar para pelaku atau predator berpikir dua kali sebelum melakukannya.
Namun, kenyataannya hal serupa tidak terjadi di lingkungan kampus saja. Bahkan di lingkungan sekolah kerap kali terjadi.
Berdasarkan data, sekolah juga menjadi salah satu tempat rentannya kekerasan seksual di jenjang SD, SMP, dan SMA/K.
Menurut sumber Alinea.id, kekerasan seksual meningkat 88% dengan pelakunya ialah seorang guru. Pasalnya, terdapat 17 kasus dengan 89 anak yang menjadi korban kekerasan seksual sepanjang 2019. Kekerasan seksual yang terjadi tidak membedakan jenis kelamin. Anak laki-laki dan perempuan, memiliki tingkat kerentanan yang sama menjadi korban kekerasan seksual.
Dalam catatan KPAI, terdapat 17 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Dari jumlah tersebut, korbannya mencapai 89 anak yang terdiri atas 55 anak perempuan dan 34 laki-laki. Menurut hasil survey-nya 88% pelakunya guru, 22% kepala sekolah. Dari aduan yang diterima adanya 18 siswa mengalami pelecehan untuk diminta masturbasi di hadapan sang guru, dan ada pula yang mengajak anak didiknya untuk berhubungan seksual.
Lalu, bagaimana upaya kita (pelajar) untuk mengatasi dan mencegah dari perbuatan yang mungkar ini, untuk mewujudkan ruang belajar yang merdeka, tenang dan aman ?.
“Terampil, berilmu, berakhlak mulia. Pelopor dan pelangsung penyempurna amanah,” potongan lirik dari mars Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Saya kira cocok untuk menjadi prinsip para pelajar yang berakhlak mulia untuk mencegah kemungkaran, sebagai pelopor untuk melawan ketidakadilan, dan peneympurna amanah untuk menjalankan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Kekerasan seksual yang terjadi di Lingkungan Sekolah adalah kejahatan kemanusiaan. Namun sering kali kita acuh terhadap kasus-kasus yang menjadi momok, sehingga berulang kali menjadi budaya.
Kebiasaan ini harus diubah, dicegah, dan dilawan dengan kesadaran dan keberanian. Siapapun pelakunya, dan apapun jabatannya, harus tetap dilaporkan dan diberi sanksi setimpal untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Seperti yang disampaikan dari surat Ali-Imran :03:104, yang berbunyi :
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya :
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Maka dari itu, upaya untuk mewujudkan ruang belajar yang merdeka, aman, dan tenang dari predator seksual yang jahat, dan bringas, harus DIWUJUDKAN. Alangkah baiknya, bila dimulai dari kesadaran individu kita masing-masing yang berlandasakan kemanusiaan dan syariat-syariat islam.
Peran sekolah juga tak bisa dihindarkan. Peran sekolah sangat menentukan dalam upaya meringkus para predator karena sekolah adalah ujung tombak perjuangan yang berdiri paling depan untuk menjujung tinggi pencegahan agar jangan ada lagi predator yang bebas berkeliaran.
Ditulis Oleh : M. Raihan Qashid (Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan)
akar10